Pekanbaru,skinusantara.com – Ahli pidana beberkan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor dalam sidang perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Suhendri Asnan selaku Anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014 sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar) tahun 2012.digelar di Pengadilan Negeri Pekabaru,Selasa ( 4/11/2025 ).
Sidang yang di pimpin oleh Delta Tamtama selaku Hakim Ketua dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pidana yang dihadirian Jaksa Penuntut Umum/JPU di persidangan.
Ahli pidana yang di hadirkan JPU yakni Dr. Erdianto Effendi SH. M.Hum salah seornag Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau.
Dalam keterangannya di persidangan,Ahli mengatakan terkait penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi/Tipikor yang mencakup orang perorangan maupun korporasi.Artinya, baik individu maupun badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terbukti melakukan perbuatan korupsi.
Lebih lanjut, Ahli menerangkan bahwa unsur melawan hukum dalam Pasal 2 dimaknai dalam arti luas, yaitu mencakup seluruh perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
“Dulu sebelum putusan Mahkamah Konstitusi, maknanya juga mencakup norma tidak tertulis.Namun setelah ada putusan MK,kini dibatasi hanya pada perbuatan yang bertentangan dengan hukum tertulis,” jelasnya.
Sementara itu, terkait unsur penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3, ahli menegaskan bahwa perbuatan tersebut merupakan bagian dari tindak melawan hukum, namun memiliki ruang lingkup yang lebih sempit.
“Penyalahgunaan kewenangan terjadi ketika seseorang yang memiliki kewenangan bertindak di luar atau menyimpangi kewenangannya, termasuk ketika tidak menjalankan kewenangannya,” ujar ahli di persidangan.
Menjawab pertanyaan JPU mengenai tanggung jawab dalam kelompok kerja,ahli menjelaskan bahwa pertanggungjawaban pidana bersifat individual, bukan kolektif.
“Dalam hukum pidana berlaku prinsip individual responsibility.Siapa yang melakukan penyimpangan dialah yang bertanggung jawab.Namun jika perbuatan dilakukan bersama dengan kesamaan kehendak dan peran masing-masing, maka semuanya dapat dimintai pertanggungjawaban,” terang ahli.
Ahli juga menyinggung konsep hubungan kausalitas dalam delik korupsi.Karena Pasal 2 dan 3 merupakan delik material, maka harus dibuktikan adanya kerugian negara dan siapa yang menjadi penyebabnya.“Kita harus lihat di mana awal munculnya kerugian negara itu,” tambahnya.
Terkait perbedaan antara “memperkaya diri” dan “menguntungkan” sebagaimana disebut dalam Pasal 3, ahli menjelaskan bahwa memperkaya diri berarti adanya peningkatan kekayaan secara material, sedangkan menguntungkan tidak selalu berbentuk materi.
“Misalnya seseorang mendapat promosi jabatan karena perbuatan melawan hukum. Itu termasuk menguntungkan, meskipun bukan dalam bentuk uang,” kata ahli.
Dalam kesempatan itu, ahli juga menyoroti praktik pemotongan dana hibah oleh anggota dewan.Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya kerja sama antara oknum anggota dewan dengan penerima dana hibah.
“Yang perlu dicari adalah apakah dalam proses pencairan hibah tersebut ada perbuatan melawan hukum. Jika terbukti ada dan si oknum turut menerima bagian, berarti ada niat dan andil dalam menimbulkan kerugian negara,” pungkas ahli.riz












